Bhara
menatap gadis itu lekat-lekat. Veya, yang merasa ditatap, mengangkat mukanya
dari buku yang tengah ia baca. Mata kejoranya balas menatap, dan bertemu dengan
pandangan mata Bhara yang tajam.
“Ngapain
sih kamu ngeliatin aku terus?” protes Veya jengah. Wajah cantiknya
bersungut-sungut. Bhara, yang duduk tenang di hadapannya, hanya menyeringai
santai.
“Daripada
aku langsung nerkam kamu, mendingan aku ngeliatin kamu, kan?” jawab Bhara
santai.
Veya
langsung menatap Bhara horror. “Ih dasar psikopat kamu!”
Bhara
tertawa. Veya cemberut.
“
Mereka kapan nyampenya sih? Katanya uda di jalan. Tapi dari tadi ga
nyampe-nyampe.” Keluh Veya.
“ Emang
kenapa? Kamu takut berduaan ma aku?”
“ Ih
kata siapa? Ge-er!”
Bhara
tertawa lagi. Vea tergoda untuk melempar cangkir kopi ke wajah tengil cowok di
hadapannya ini.
Vea dan
Bhara, sudah duduk di kafe itu hampir satu jam. Keduanya adalah teman sekelas
saat SMA dulu. Saat ini mereka tengah menunggu teman-teman SMA mereka, untuk
sekedar ngopi bareng setelah hampir 6 tahun lulus dari bangku SMA.
Meski 6
tahun telah berlalu, sikap dan perlakuan Bhara ke Vea tidak pernah berubah.
Selalu jahil dan menganggu Vea sampai gadis itu kesal luar biasa. Kalau jaman SMA
dulu bahkan tak jarang Vea sampai nangis-nangis baru Bhara berhenti menjahili Vea.
“Kamu
beneran uda putus dari cowok kamu, Nyit?” tanya Bhara. Mata elangnya kembali
menghujam tepat di manik mata Vea. Kunyit, panggilan sayang Bhara dari dulu.
Bahkan tak pernah berubah meski tahun-tahun telah berlalu.
Mata Veya
menggelap begitu mendengar pertanyaan Bhara. Bhara menggeram dalam hati melihat
Veya berusaha sok tegar. Veya mengangguk tanpa menjawab.
“Kalo
gitu kamu pacaran sama aku aja. Kita kan cocok. Udah ga perlu lagi pake pdkt
segala kaya abege.”
Dengan
kesal Veya melemparkan tisu kea rah Bhara.
“Cocok
apanya? Orang tiap ketemu kita berantem terus.” Protes Veya.
“Kamu
tahu kan kalo aku suka kamu dari dulu? Tapi kamu ga pernah menanggapi serius
omonganku”
“
Gimana aku bias nganggep serius omongan playboy kaya kamu? Yang ganti cewek
kaya ganti baju”
“ Aku
kayak gini karena aku ga bias dapetin kamu, Sayang. Lagipula aku cowok normal.
Kalo tiap hari cewek-cewek itu melemparkan diri kepadaku, apalagi yang bias aku
lakukan?”
“ Alah
dasar playboy…alasan aja”
“Kamu
cemburu Nyit?”
“Ih
cemburu apanya. Geer!”
Bhara
tertawa.
“ Maka
nya jadi cewekku, Nyit. aku bakalan kembali ke jalan yang benar.”
“ Ih
apa urusanku kamu bakal kembali ke jalan yang benar atau tidak?”
“Kalau
aku kembali ke jalan yang benar gara-gara kamu Nyit, kamu juga bakal dapat
pahala. Dan kalau pahala kamu banyak, kamu bakalan masuk surga.” Kata Bhara
dengan tampang serius. Veya mati-matian menahan tawa.
“Yang
ada juga aku yang bakalan masuk neraka kalo pacaran ma kamu. Bikin dosa terus!”
“Ya
udah , kalo gitu langsung kawin aja kalo gitu. Daripada bikin dosa terus”
“idih
ogah!”
Bhara
tertawa puas. Veya mendelik marah.
Tak
jauh dari sana, Andin, Ronny dan Viko mengamati pasangan itu sambil
geleng-geleng kepala.
“
Mereka ga berubah juga ya. Berantem terus tiap ketemu” gumam Andin
“Makanya
itu mereka cocok” timpal Viko.
Ronny,
yang merupakan sahabat akrab keduanya dari dulu, tertawa.
“Kita
samperin mereka sekarang yuk. Sebelum tu gelas piring pada terbang” kata Ronny,
disambut gelak tawa Andin dan Vicko.
Veya
cemberut melihat kedatangan sahabat-sahabtanya, yang dating sambil tertawa-tawa
tanpa merasa bersalah sama sekali.
“Kalian
dari mana aja sih? Ga tau apa kalo aku ma Bhara uda nungguin kalian hampir satu
jam. Ini minta maaf aja gag. Malah pada ketawa-tawa tanpa dosa gitu” omel Veya.
“Maaf
Beb, tadi jalanan macet. Kita juga ga sengaja nelat kan” kata Andin kalem
sambil memeluk Veya. Veya balas memeluk sahabatnya dengan hangat, walaupun
bibirnya masih cemberut.
“Tambah
cantik aja kamu Ve” puji Ronny antusias. Dengan kocak ia pun berusaha memeluk Veya
juga, namun usahanya tak pernah berhasil karena Bhara keburu mendorong tubuh
Ronny menjauh dari Veya.
“Santai
aja bro..aku juga ngertilah kalo Veya milikmu” kata Ronny.
“Nah
itu kamu tau. Awas aja kalo berani deket-deket Veya” ancam Bhara main-main,
namun tatap matanya tetap tajam.
“Apanya
yang milikmu? Aku bukan milik siapa-siapa, tau. Aku single, seenaknya aja kamu
ngeklaim aku!” protes Veya sengit.
“Cepat
atau lambat juga kamu bakal jadi milikku, Nyit. Ga usah sok jual mahal gitu”
“Ga
akan!”
“Aduuuh…udah
deh. Berantemnya dipending dulu. Kita uda laper nih. Lanjutin nanti kalo perut
uda kenyang” kata Andin menengahi. Veya terpaksa menurut.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komen...yang sopan yaaa