Selasa, 29 April 2014

Veya



Bhara menatap gadis itu lekat-lekat. Veya, yang merasa ditatap, mengangkat mukanya dari buku yang tengah ia baca. Mata kejoranya balas menatap, dan bertemu dengan pandangan mata Bhara yang tajam. 
“Ngapain sih kamu ngeliatin aku terus?” protes Veya jengah. Wajah cantiknya bersungut-sungut. Bhara, yang duduk tenang di hadapannya, hanya menyeringai santai.
“Daripada aku langsung nerkam kamu, mendingan aku ngeliatin kamu, kan?” jawab Bhara santai.
Veya langsung menatap Bhara horror. “Ih dasar psikopat kamu!”
Bhara tertawa. Veya cemberut.
“ Mereka kapan nyampenya sih? Katanya uda di jalan. Tapi dari tadi ga nyampe-nyampe.” Keluh Veya.
“ Emang kenapa? Kamu takut berduaan ma aku?”
“ Ih kata siapa? Ge-er!”
Bhara tertawa lagi. Vea tergoda untuk melempar cangkir kopi ke wajah tengil cowok di hadapannya ini.
Vea dan Bhara, sudah duduk di kafe itu hampir satu jam. Keduanya adalah teman sekelas saat SMA dulu. Saat ini mereka tengah menunggu teman-teman SMA mereka, untuk sekedar ngopi bareng setelah hampir 6 tahun lulus dari bangku SMA.
Meski 6 tahun telah berlalu, sikap dan perlakuan Bhara ke Vea tidak pernah berubah. Selalu jahil dan menganggu Vea sampai gadis itu kesal luar biasa. Kalau jaman SMA dulu bahkan tak jarang Vea sampai nangis-nangis baru Bhara berhenti menjahili Vea.
“Kamu beneran uda putus dari cowok kamu, Nyit?” tanya Bhara. Mata elangnya kembali menghujam tepat di manik mata Vea. Kunyit, panggilan sayang Bhara dari dulu. Bahkan tak pernah berubah meski tahun-tahun telah berlalu.
Mata Veya menggelap begitu mendengar pertanyaan Bhara. Bhara menggeram dalam hati melihat Veya berusaha sok tegar. Veya mengangguk tanpa menjawab.
“Kalo gitu kamu pacaran sama aku aja. Kita kan cocok. Udah ga perlu lagi pake pdkt segala kaya abege.”
Dengan kesal Veya melemparkan tisu kea rah Bhara.
“Cocok apanya? Orang tiap ketemu kita berantem terus.” Protes Veya.
“Kamu tahu kan kalo aku suka kamu dari dulu? Tapi kamu ga pernah menanggapi serius omonganku”
“ Gimana aku bias nganggep serius omongan playboy kaya kamu? Yang ganti cewek kaya ganti baju”
“ Aku kayak gini karena aku ga bias dapetin kamu, Sayang. Lagipula aku cowok normal. Kalo tiap hari cewek-cewek itu melemparkan diri kepadaku, apalagi yang bias aku lakukan?”
“ Alah dasar playboy…alasan aja”
“Kamu cemburu Nyit?”
“Ih cemburu apanya. Geer!”
Bhara tertawa.
“ Maka nya jadi cewekku, Nyit. aku bakalan kembali ke jalan yang benar.”
“ Ih apa urusanku kamu bakal kembali ke jalan yang benar atau tidak?”
“Kalau aku kembali ke jalan yang benar gara-gara kamu Nyit, kamu juga bakal dapat pahala. Dan kalau pahala kamu banyak, kamu bakalan masuk surga.” Kata Bhara dengan tampang serius. Veya mati-matian menahan tawa.
“Yang ada juga aku yang bakalan masuk neraka kalo pacaran ma kamu. Bikin dosa terus!”
“Ya udah , kalo gitu langsung kawin aja kalo gitu. Daripada bikin dosa terus”
“idih ogah!”
Bhara tertawa puas. Veya mendelik marah.
Tak jauh dari sana, Andin, Ronny dan Viko mengamati pasangan itu sambil geleng-geleng kepala.
“ Mereka ga berubah juga ya. Berantem terus tiap ketemu” gumam Andin
“Makanya itu mereka cocok” timpal Viko.
Ronny, yang merupakan sahabat akrab keduanya dari dulu, tertawa.
“Kita samperin mereka sekarang yuk. Sebelum tu gelas piring pada terbang” kata Ronny, disambut gelak tawa Andin dan Vicko.
Veya cemberut melihat kedatangan sahabat-sahabtanya, yang dating sambil tertawa-tawa tanpa merasa bersalah sama sekali.
“Kalian dari mana aja sih? Ga tau apa kalo aku ma Bhara uda nungguin kalian hampir satu jam. Ini minta maaf aja gag. Malah pada ketawa-tawa tanpa dosa gitu” omel Veya.
“Maaf Beb, tadi jalanan macet. Kita juga ga sengaja nelat kan” kata Andin kalem sambil memeluk Veya. Veya balas memeluk sahabatnya dengan hangat, walaupun bibirnya masih cemberut.
“Tambah cantik aja kamu Ve” puji Ronny antusias. Dengan kocak ia pun berusaha memeluk Veya juga, namun usahanya tak pernah berhasil karena Bhara keburu mendorong tubuh Ronny menjauh dari Veya.
“Santai aja bro..aku juga ngertilah kalo Veya milikmu” kata Ronny.
“Nah itu kamu tau. Awas aja kalo berani deket-deket Veya” ancam Bhara main-main, namun tatap matanya tetap tajam.
“Apanya yang milikmu? Aku bukan milik siapa-siapa, tau. Aku single, seenaknya aja kamu ngeklaim aku!” protes Veya sengit.
“Cepat atau lambat juga kamu bakal jadi milikku, Nyit. Ga usah sok jual mahal gitu”
“Ga akan!”
“Aduuuh…udah deh. Berantemnya dipending dulu. Kita uda laper nih. Lanjutin nanti kalo perut uda kenyang” kata Andin menengahi. Veya terpaksa menurut.








0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komen...yang sopan yaaa

 

Celotehan Ria Template by Ipietoon Cute Blog Design