Dulu, saat saya mengenal novel Harlequin saat masih SMP. Iya, saya tahu, usia saya terlalu muda untuk membaca novel-novel roman yang seringkali bertabur adegan sensual itu. Tapi yah, tahu sendirilah di umur-umur segitu rasa ingin tahu susah dibendung. Jadi saya melahap novel-novel seri Harlequin itu bak makan kacang goreng. Di saat teman-teman saya yang lain masih membaca komik semisal Inuyasha, Shincan, atau serial cantik, saya sudah berteman akrab dengan tokoh-tokoh dewasa dalam kisah percintaan. Tokoh prianya yang seringkali digambarkan macho dan maskulin, sementara si tokoh perempuan yang biasanya lemah lembut dan selalu butuh dilindungi. Dengan cerita yang serba kebetulan, yang simple dan mudah ditebak. Kalau dipikir-pikir cerita-cerita novel Harlequin itu sebelas duabelas lah sama cerita di FTV-FTV yang sering tayang di tivi.


(Beberapa novel Harlequin, covernya selalu bergambar pasangan saling berpelukan yang sok romantis, hehe)
Masih di usia SMP, entah saat duduk di kelas berapa saya lupa, saya sudah membaca novel Gone With the Wind yang legend itu. Imajinasi saya tentang Rhett Butler dan Scarlet O'Hara yang menemani saya melewati masa puber. Saking indah dan luar biasanya novel ini, sampai sekarang pun saya masih membekas di ingatan saya. Ga heran lah kalau novel ini membuat si penulisnya memperoleh Pulitzer.
(cover ini yang membuat saya ditegur petugas Perpusda, karena pinjam novel beginian dengan seragam SMP ^_^)
Beranjak SMA, saya masih suka sekali-sekali baca novel Harlequin. Di usia inilah saya mulai addict dengan satu penulis, yaitu Sandra Brown. Ceritanya lebih greget karena seringkali dibumbui thiller, petualangan, dengan tokoh pria yang beneran macho dengan masa lalu yang seringkali suram dan menyimpan misteri. Dan ini yang saya suka, tokoh perempuannya bukan lagi gadis tak berdaya yang lemah tapi cantik, Sandra Brown selalu membuat tokoh ceweknya tangguh, tidak mudah menyerah walau ditindas, namun tetap feminin. Beberapa judul novel Sandra Brown favorit saya yang ceritanya masih lekat di ingatan diantaranya, Envy, French Silk, Slow Heat in Heaven.


Saat SMA pula selera baca saya sedikit berubah. Saya jadi jatuh cinta dengan Dan Brown lewat novelnya The Davinci Code. Saya selalu menantikan novel novelnya Dan Brown, dari Angel and Demon, The Lost Symbol, Inferno, Digital Fortess, Deception Point semua saya lahap dengan antusias. Saya juga penggemar berat Agatha Cristie dan Sherlock Holmes. Bahkan hingga kini, saya masih sering membaca ulang novel-novel mereka.




(Malam Tanpa Akhir merupakan salah satu novel saya yang ceritanya tak terlupakan)
(lagi baca ulang novel ini, heran aja kok ga bosan-bosannya baca ulang kisahnya Sherlock Holmes)
Saat kuliah, bacaan saya mulai beragam dan lebih berbobot. Saya juga menggemari E.S Ito, yang sayangnya baru dua novelnya yang saya baca, Negara Kelima dan Harta Karun VOC. Ceritanya keren, agak-agak bernuansa novelnya Dan Brown tapi versi Indonesia. Beberapa waktu yang lalu saya baru saja menyelesaikan trilogi The Girl With The Dragon Tattoo, dan saya suka. Sayangnya penulisnya meninggal selesai menyelesaikan trilogi keren ini, padahal saya menaruh ekspektasi lebih pada penulisnya.


Cerita detektif dan misteri inilah yang mungkin membuat saya kini bosan dengan novel-novel roman yang 'biasa' saja. Saya mulai males membaca sesuatu yang tidak membuat saya mendapatkan sesuatu setelah selesai membacanya. Sebaliknya, bacaan yang bagus itu adalah bacaan yang mampu membuat kita memeperoleh pengetahuan baru. Yang saat kita menutup halaman terakhir, seakan kita baru saja diajak masuk ke dunia yang ada di bacaan itu.
.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komen...yang sopan yaaa