Selasa, 20 September 2016

Jadi Silent Reader

Mungkin tak perlu saya katakan lagi kalau saya suka membaca. Yah, baca apa saja yang bisa dibaca. Kalau dulu baca buku itu harus pegang buku beneran, atau minimal koran, majalah, tabloid, di jaman serba digital ini baca buku atau informasi bisa didapat dengan mudah melalui gadget. Bisa laptop atau smartphone yang hampir semua orang punya.

Biasanya selain baca-baca artikel di blog orang, atau baca-baca cerita bersambung di wattpad, saya juga suka baca-baca status orang yang berseliweran di beranda facebook saya. Di jaman yang serba sosmed, yang sosmed pun makin kekinian kayak twitter, instagram, path, dan sebagainya dan sebagainya (yang gak semuanya saya punya), saya masih setia dengan facebook. Kuno ya, hehehehe.

Balik lagi ke hobi stalker status orang di beranda. Gak tahu kenapa, saya senang baca baca status orang yang isinya macem-macem itu. Ada yang ngeluh dan ngeluh terus, ada yang pamer baru liburan kemana, atau baru beli apa, ada yang pamer punya pacar baru, yang post foto nikahan, foto anaknya, foto masakannya hari itu, dan yang ga kalah penting, status orang yang isinya jualan. hahaha. 

Bermacam-macam status orang itu cukup menghibur. Saya sih baca ya cuma baca aja, jarang like apalagi komen, kecuali yang bener-bener kenal dekat atau saya di tag di status tersebut. Kalau gak yaa...cukup baca aja ya. Kalaupun nemu status yang lucu dengan bahasa yang alay, yang gerak dikit aja langsung jadi status, saya paling cuma senyum dalam hati. Paling sambil mbatin, ini orang baru kenal facebook apa ya, kurang kerjaan banget. Hahahaha.

Tapi ada juga status orang yang mampu bikin saya dan suami diskusi cukup panjang. Yang adalah status seseorang yang notabene temen saja juga, yang saya cukup punya hubungan baik dengan orangnya di kehidupan nyata. Si "Mbak" ini, kita sebut saja begitu, baru menikah beberapa bulan yang lalu. Orangnya terpelajar lah ya, dan track recordnya pun baik sejauh yang saya kenal. Bukan tipe orang yang neko-neko gitulah. Tapi ya itu, suka banget update status yang isinya perasaannya hari itu. Intinya hobi curhat di facebook lah.

Nah semalem, karena Sabina dan bapaknya uda bobok manis, saya iseng buka Facebook. Tujuannya ya itu, cuma mau baca-baca status orang doang. Itung-itung buat dongeng pengantar tidur gitu lah. Nah, begitu buka beranda, nongollah status Si Mbak. Status itu dilengkapi unggahan sebuah foto yang menggambarkan suami si Mbak ini sedang serius mengerjakan entah apa di depan laptopnya, dengan kertas2 bertebaran di pinggir ranjang. Yang bikin saya agak merasa risih adalah captionnya, kira-kira begini bunyinya, "mas suami(tag nama suami si mbak) siang malam lembur terus, akunya kapan dilembur?"

Reaksi saya baca itu langsung merasa risih dan awkward gitu. Saya juga suka sih bikin status manis tentang suami, tapi tidak pernah sampai ke hal yang intim dan provokativ seperti itu. Tangan saya gatel pengen ngetik komen, Mbak, daripada update status begitu, mbok ya jawil to suamimu itu, pake lingerie seksi, ben suamimu "nglembur"nya gantian ke kamu. 

Tapi saya masih bisa menahan diri. Masih ada rasa rikuh, takut Mbaknya serik alias sakit hati. Dasar saya emang orangnya rikuhan. Namun rasa mengganjal itu masih bercokol di pikiran, dan masih menganggu sampai saya susah merem padahal sudah terkantuk-kantuk. Ketika suami terbangun karena saya gantiin kaosnya yang basah karena keringat (entah kenapa suami saya selalu "klebus" kalau tidur padahal cuaca tidak panas), saya langsung cerita ke suami tentang status temen saya tadi. 

Dan entah karena mas suami setuju seratus persen dengan pendapat saya tadi entah karena ngantuk, mas suami cuma manggut-manggut dan menyahut malas. Dan diskusi panjang itupun sebenarnya cuma monolog saya saja, yang isinya ya itu tadi,  merasa gak sreg aja dengan hal seintim itu kok di share di ruang publik. 

Walaupun sebenarnya ya itu bukan hal yang salah juga sih. Orang facebook ya facebooknya dia, ya terserahlah dia mau bikin status apa. Yang salah ya saya, salah sendiri baca-baca status orang sembarangan. Lah, tapi kan bikin status sengaja biar dibaca orang. Mbok ya sebisa mungkin bikin status yang enak dibaca lah, yang gak bikin orang mikir macam-macam (atau emang dasarnya saya saja yang suka mikir macam-macam). Tapi isi status kita kan menggambarkan kepribadian kita juga.

Akhirnya ya semuanya balik lagi ke kepribadian orang masing-masing. Situ mau bikin status apa, mau ngumbar-ngumbar rahasia rumahtangga ya silahkan. Saya mah cukup baca aja. Dan nggrundel di belakang. Hahahaha. 



Senin, 19 September 2016

Cerita Seputar Melahirkan (Pengalaman Pertama)

Semua yang serba pertama pasti bikin deg-degan. Pasti bikin ketar-ketir khawatir, makan tak enak tidur tak nyenyak istilah gampangnya. Begitu juga saya saat menghadapi kelahiran putri pertama saya, Sabina, lima bulan yang lalu. Pengalaman yang luar biasa tentu, dengan campur aduknya perasaan yang tak bisa diurai satu-satu.
Kekhawatiran saya yang pertama tentu adalah, takut sakit. Saya adalah tipe orang yang tidak mudah menahan sakit. Sakit sedikit saja, ngeluhnya panjang lebar. Apalagi melahirkan, yang katanya rasa sakitnya sama dengan berapa ratus tulang dipatahkan bersamaan (lupa pernah baca dimana).
Untuk mengatasi rasa khawatir berlebih atas rasa sakit ini, saya berhenti membaca tentang pengalaman orang melahirkan, pokoknya stop blogwalking tentang hal itu. Lalu mencoba mensugesti diri sendiri dengan menganggap melahirkan itu hal yang mudah, yang normal dan tidak sakit. 
Yang kedua adalah, HPL sudah dekat tapi belum ada tanda-tanda mau melahirkan. Bahkan sampai HPL itu tiba, kontraksi yang palsu sekalipun belum muncul.  Cemas sudah pasti. Karena bidan  mengultimatum, kalau sampai seminggu lebih dari hari perkiraan lahir, saya dan suami disarankan untuk ke rumahsakit. Dengar kata rumah sakit tentu membuat pikiran tambah panik. Karena dari awal kehamilan, saya bertekad untuk melahirkan di rumah bidan saja. Saya ngeri masuk rumah sakit. Apalagi saya kan hamil, bukan sakit. Jadi sebisa mungkin melahirkan normal di rumah bidan. Alhamdulilah riwayat kesehatan saya selama hamil pun memungkinkan hal itu.
Alhamdulilah lagi, empat hari setelah HPL, perut uda terasa mules-mules. Tapi jaraknya masih lama dan belum ada lendir darah yang keluar. Saya masih bertahan dirumah, dan masih beraktivitas seperti biasa. Hari berikutnya, kontraksinya bertambah kuat walaupun jaraknya masih lama.  Lendir bercampur darah pun sudah keluar walaupun sedikit.
Sore harinya dengan diantar suami, saya periksa ke bidan. Setelah di cek sama bu Bidannya ternyata belum ada pembukaan. Kami pun kembali pulang ke rumah. Untung jarak rumah saya dan rumah Bidan cukup dekat.
Sepanjang malam itu, saya tidak bisa tidur karena rasa mulas dan nyeri di perut semakin sering mendera. Suami pun ikutan tidak bisa tidur juga, karena sibuk menenangkan saya dan pasrah lengannya diremas istrinya yang tengah menahan sakit. 
Pukul lima pagi, kami ke Bidan. dan ternyata sudah bukaan tiga, Alhamdulilah. Saya pun disuruh pindah ke ruang bersalin. Untuk mempercepat pembukaan, Bu bidan menyarankan saya untuk berbaring miring ke kiri. Tapi ya ampun, sakitnya itu. Masyaalah. Nyerinya luarbiasa. Selama proses pembukaan lengkap ini, saya berulangkali tak bisa menahan jeritan. Kangmas sudah mengingatkan saya untuk menarik napas dalam, ah tapi dalam keadaan seperti itu, hal sesimpel itu pun susah sekali dilakukan. Selama masa pembukaan ini, beberapa kali keluar cairan bening seperti air seni dari maaf, vagina saya. Kata Bu Bidan itu cairan ketuban. Sebenarnya agak bahaya juga kalau cairan ketubannya keluar duluan. 
Pukul 11.00 siang, pembukaannya sudah lengkap. Si Dedek bayi telah siap dilahirkan. Bu Bidan mempersiapkan saya untuk mengejan. Melihat saya mulai lemas, suami disuruh menopang tubuh saya dari belakang. Bisa dibilang, ini adalah proses paling penuh perjuangan dari keseluruhan proses melahirkan. Suami saya berulang kali menyemangati, begitu juga dengan kakak ipar saya, tapi yah, lagi-lagi itu tidak semudah untuk dilakukan.
Proses mengejan ini sendiri berlangsung hampir satu jam. Cukup lama, hingga membuat saya nyaris kelelahan dan kehabisan tenaga. 
Tepat pukul 11.55, si cantik pun lahir. Sehat, sempurna, dan lengkap. Alhamdulilah, syukur yang tak terkira kami rasakan. Seketika semua rasa sakit itupun hilang melihat wajah mungil itu. Bibirnya yang tipis dan kemerahan, kulitnya juga kemerahan, matanya sipit dan rambutnya hitam lebat. Beberapa orang bilang, rambut lebat inilah penyebab sakit luar biasa saat proses mengejan. 
Ah apapun itu, semua terasa sepadan saat merasakan tubuh mungil itu berbaring di dada saya untuk IMD. Bahkan saat bu bidan menjahit tubuh saya di bawah sana, rasanya sama sekali tidak sakit, padahal katanya tidak dibius. 
Yang tak henti-hentinya saya syukuri adalah, keberadaan kangmas dalam proses melahirkan saya. Begitu sabarnya dia mendampingi saya, menyemangati saya, walau tak jarang remasan dan cakaran saya mendarat di lengan dan bahunya. Bahkan sempat saya bentak juga saat saya menahan sakit sementara dia berbicara lembut untuk menyemangati saya. Ah sayang, maafkan istrimu ini. hehehe.
Wajah lemas dan pucat setelah melahirkan, sesaat sebelum pulang kerumah.

Si bayi merahku, yang lahir dengan BB 3,4 kg dan panjang 51cm. Banyak yang bilang face-nya mirip bapaknya. Alhamdulilah.
Alula Sabina Arrajabi, sekarang uda bisa tengkurep, merangkak mundur, dan guling-guling. Sudah tidak bisa ditinggal sendiri tanpa pengawasan. Sehat terus ya sayang, dan tumbuh jadi kebanggaan bapak ibu mu. Mwuach.
 

Celotehan Ria Template by Ipietoon Cute Blog Design